Sama halnya dengan pembuatan perangkat lunak, proyek implementasi ERP bisa menggunakan dua metode: pendekatan klasik seperti Waterfall yang umumnya populer di perusahaan besar, atau metode yang lebih baru yaitu Agile yang banyak digunakan oleh startup dan pengembang perangkat lunak. Agile, dalam bentuk klasiknya, efektif untuk proyek standar dengan tugas-tugas yang jelas dan terdefinisi dengan baik. Biasanya, Agile menggunakan alat seperti Jira untuk melacak Backlog dan melibatkan siklus kerja berulang serta evaluasi.

Ketika kita menerapkan pendekatan Agile dalam proyek implementasi ERP, hal ini mungkin terdengar agak baru dan membingungkan bagi sebagian orang. Namun, jika kita menggunakan alat Agile dengan baik, terkadang dengan menyatukannya dengan pendekatan Waterfall, kita bisa mendapatkan hasil yang optimal untuk proyek implementasi ERP. Dalam artikel ini, kita akan membahas keuntungan dari kombinasi pendekatan ini dan bagaimana kita bisa menggunakannya secara efisien.

Waterfall vs Agile : Pro dan Kontra

Dalam proyek Waterfall klasik, pekerjaan dilakukan secara berurutan dari awal hingga akhir, dengan jangka waktu yang bisa berlangsung berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Prosesnya melibatkan langkah-langkah seperti mengumpulkan data yang diperlukan, membuat desain, melakukan pengembangan, melakukan pengujian, dan seterusnya. Tapi, kelemahannya adalah klien baru bisa melihat hasilnya beberapa bulan setelah proyek dimulai, tanpa tahu seberapa baik sistemnya memenuhi kebutuhan mereka.

Jika beberapa persyaratan diabaikan atau diubah selama proyek, maka proses penyempurnaan tambahan yang memakan waktu dan mahal akan dimulai. Akibatnya, proyek yang awalnya diestimasi menghabiskan dana sebesar  (misal) $50.000, bisa membutuhkan biaya yang jauh lebih tinggi. Risiko utama yang juga bisa membahayakan proyek adalah seperti sabotase internal dan inkompetensi yang bisa muncul mendekati penyelesain dari proyek tersebut.

Metodologi Agile, di sisi lain, ditandai oleh 'inkrementalitas', yang berarti memberikan nilai secara bertahap kepada klien. Klien mulai melihat sistem pada tahap awal pengembangan, memungkinkan penyesuaian yang berkelanjutan. Semakin dini sistem ditinjau oleh klien, semakin banyak waktu yang tersisa untuk memperbaiki masalah yang ada. Proyek  Agile juga dapat melampaui tenggat waktu dan anggaran, tetapi karena tim implementasi mengelola ekspektasi klien dan dapat segera mengubah prioritas pada sprint berikutnya, klien dapat menerima manfaat dari sistem lebih cepat.

Perbedaan mendasar lain antara Agile dan Waterfall yang terkait dengan cara pembayaran. Dalam metode Agile, klien membayar tim secara berkala, seperti bulanan atau mingguan, sepanjang durasi proyek, bukan sekaligus setelah proyek selesai. Pendekatan ini lebih nyaman bagi klien karena biayanya dibagi-bagi selama proyek berlangsung, memberikan hasil yang lebih nyata untuk investasi mereka.

Sebaliknya, pendekatan Waterfall memiliki kendala dalam menanggapi perubahan atau pertumbuhan yang cepat. Proyek yang direncanakan awalnya dengan anggaran besar dan tim besar seringkali kesulitan untuk beradaptasi dengan perubahan situasi dengan cepat. Penyesuaian dan koordinasi dalam model Waterfall cenderung berlangsung dengan lambat. Keterlambatan atau kesalahan dalam perencanaan Waterfall sering kali disebabkan oleh keterbatasan dalam merespons perubahan, serta kurang memperhatikan penyebab sebenarnya di balik hambatan tersebut.

Menggunakan Agile pada proyek ERP: Poin penting yang harus dipertimbangkan

Menerapkan metodologi Agile dalam proyek ERP memerlukan pendekatan khusus karena kompleksitas sistem ERP yang melibatkan banyak data, laporan, dan kasus penggunaan. Berbeda dengan pengembangan aplikasi biasa, implementasi ERP melibatkan banyak variabel, sehingga menerapkan Agile secara langsung bisa menjadi tantangan. Oleh karena itu, peninjauan menyeluruh sangat penting untuk menganalisis kesenjangan yang sesuai, menilai skala tugas, dan merencanakan dengan efektif.

Bayangkan situasi di mana perusahaan klien memiliki proses unik yang tidak dapat diakomodasi oleh solusi ERP standar. Contohnya, ada proses “hipotetis” seperti 'mengirim karyawan ke bulan', yang tidak dapat dibaca oleh sistem ERP yang umum digunakan. Dalam kasus seperti ini, diperlukan langkah-langkah khusus seperti integrasi sistem khusus atau penyesuaian pada sistem yang sudah ada.

Oleh karena itu, kita bisa menerapkan dua pendekatan berbeda dalam pengembangan proyek. Sebagian proses dapat menggunakan pendekatan Agile untuk tugas-tugas standar, sementara sebagian lainnya menggunakan pendekatan Waterfall untuk menciptakan solusi yang sesuai dengan kebutuhan khusus. Keberhasilan pendekatan campuran ini tergantung pada keterampilan dan kecerdasan para ahli yang terlibat. Kita dapat memulainya dengan membuat kerangka kerja umum, lalu memecahnya menjadi tugas-tugas spesifik

Mari kita anggap sebagian besar proses sudah sesuai dengan sistem ERP, hanya butuh sedikit penyesuaian seperti mengubah formulir cetak atau menambahkan laporan. Dalam situasi ini, metode Agile adalah pilihan yang bagus. Alih-alih membuat rencana detail untuk setiap perubahan, kita menggunakan pendekatan Agile dengan memulai "sprint." Ini memungkinkan klien untuk segera mencoba fitur baru dan memberikan masukan untuk penyesuaian lebih lanjut.

Kembali ke contoh, bayangkan jika metodologi Agile berhasil diterapkan pada sistem pengadaan. Sistem tersebut sekarang berfungsi sepenuhnya, sesuai dengan yang telah disepakati sebelumnya dengan pelanggan. Klien telah mengujinya dan sekarang dapat mengelola dokumen serta mengakses direktori untuk kontraktor, gudang, dan produk.

Saat ini, kita dihadapkan pada pilihan: apakah kita menunggu hingga semua bagian sistem selesai dan diluncurkan bersamaan, ataukah kita langsung menerapkan bagian sistem yang sudah siap ke dalam produksi untuk menghindari penundaan operasional.

Keputusan ini tergantung pada kebutuhan dan strategi khusus organisasi. Jika kita menerapkan perubahan segera, kita bisa langsung mendapatkan manfaatnya dan menguji sistem di dunia nyata. Ini memberikan umpan balik penting untuk pengembangan lebih lanjut. Di sisi lain, menunggu peluncuran komprehensif bisa membuat transisi lebih terkoordinasi dan mengurangi gangguan, tetapi bisa juga menunda manfaat nyata dari sistem baru.

Studi kasus: Pembuatan prototipe Agile dengan 1C:Enterprise

Beberapa platform ERP menyediakan alat pengembangan yang kuat dan dapat secara signifikan mempercepat serta menyederhanakan proses pembuatan prototipe dan pengembangan versi awal (MVP) saat mengadopsi ERP. Sebagai contoh, sebuah proyek implementasi oleh ACT PRO & BUSINESS SERVICES, perusahaan yang berbasis di Dubai yang menyediakan layanan korporat, berhasil diselesaikan dalam waktu enam bulan dan mengotomatisasi 40 pengguna dengan menggunakan platform pengembangan low-code 1C:Enterprise.

1C:Enterprise adalah platform pengembangan perangkat lunak yang ramah pengguna yang dirancang untuk membuat aplikasi bisnis dengan cepat. Ini memungkinkan pengembangan yang cepat, penyesuaian yang luas, dan kemampuan lintas platform untuk aplikasi desktop, cloud, dan mobile. Platform ini mengintegrasikan berbagai unit bisnis ke dalam sistem yang sepenuhnya dapat disesuaikan dan terpadu. Ini dilengkapi dengan sejumlah pola pemrograman yang kaya, kecerdasan bisnis bawaan, dan manajemen akses yang kuat. Dengan kata lain, ini adalah alat yang serbaguna untuk membangun perangkat lunak bisnis dengan fleksibilitas dan efisiensi.

Jadi, daripada melibatkan langkah-langkah rumit seperti pengumpulan persyaratan, pembuatan prototipe, dan banyak perbaikan yang formal, menggunakan alat seperti platform 1C:Enterprise bisa jadi opsi yang lebih cepat. Anda hanya perlu membuat gambaran awal dengan mudah di editor visual dan kirim ke klien, sambil bertanya, "Apakah ini yang Anda butuhkan?". Setelah mendapat tanggapan cepat dari klien, tim bisa langsung beralih ke tahap pengembangan.

Kasus Bris-Bosfor, seorang produsen alas kaki besar, menyoroti penggunaan efektif 1C:Enterprise untuk pengembangan prototipe yang Agile. Bris-Bosfor memproduksi hingga 20 juta pasang sepatu setiap tahunnya dan memiliki pangsa pasar yang signifikan. Tujuan mereka termasuk memperluas skala bisnis, memasuki pasar baru, dan meningkatkan profitabilitas.

Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka menerapkan sistem informasi modern berbasis platform 1C:Enterprise. Solusi ini mencakup produksi, manajemen biaya, pergudangan, pembelian, hubungan pelanggan, penjualan, dan banyak lagi.

Dengan memanfaatkan kerangka SCRUM, mereka berhasil mendapatkan prototipe sistem yang dapat dioperasikan hanya dalam waktu satu bulan setelah proyek dimulai. Perkembangan pesat ini memungkinkan Bris-Bosfor tidak hanya memodernisasi manajemen perusahaan dan alat akuntansinya, tetapi juga mengatur ulang proses bisnis dan meningkatkan profitabilitasnya

Tantangan dalam implementasi Agile ERP

Salah satu masalah besar ketika menerapkan ERP dengan metode Agile adalah tidak semua pelanggan siap untuk menggunakan cara ini. Hal ini karena metode Agile berbeda dari yang biasanya dilakukan oleh banyak perusahaan. Agile membutuhkan tingkat keterlibatan pelanggan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode tradisional. Sebagai contoh, perusahaan besar yang biasanya menggunakan pendekatan Waterfall mungkin merasa sulit berubah ke metode Agile.

Namun, dalam banyak situasi, klien yang awalnya tidak familiar dengan pendekatan Agile biasanya dengan cepat beradaptasi begitu mereka melihat manfaatnya. Mereka dapat dengan aktif melihat perkembangan dan melakukan perubahan tepat waktu. Ini membantu mereka lebih jelas memahami apa yang sebenarnya mereka bayar. Klien yang baru mengenal cara kerja ini seringkali lebih terlibat pada minggu ketiga atau keempat, dengan antusias menantikan hasil nyata dari sprint berikutnya, entah itu berupa formulir, laporan, atau alat baru untuk mengumpulkan data.

Kadang-kadang, saat kita mencoba menggabungkan cara kerja Agile dan Waterfall dalam proyek, masalah bisa muncul. Contohnya, jika bagian sistem yang terkait dengan pembelian dan produksi selesai lebih cepat dengan pendekatan Agile, tetapi bagian sistem penjualan yang dikembangkan menggunakan metode Waterfall masih dalam proses, bisa terjadi ketidaksesuaian. Ini bisa menyebabkan ketidakcocokan dalam pengembangan proyek. Manajer proyek perlu mengantisipasi risiko ini.

Permasalahan lain juga bisa muncul ketika perusahaan yang mengintegrasikan sistem salah menilai keahliannya dalam pemahaman kebutuhan klien. Pendekatan Agile, yang menekankan keterlibatan langsung dan hasil cepat, tidak memberikan banyak waktu untuk memahami secara mendalam. Jika tim menghabiskan berhari-hari hanya untuk memahami masalah dan membaca dokumen, klien tentu akan merasa khawatir.

Implementasi ERP yang sukses dengan pendekatan Agile memerlukan keterampilan manajemen proyek yang tinggi. Manajer proyek perlu mengevaluasi sumber daya dengan cermat agar tidak memberikan beban kerja yang terlalu berat atau membuat tim menganggur. Keberhasilan juga sangat bergantung pada kerjasama dan umpan balik yang tepat waktu dari pihak klien.

Kesimpulan

Sebelum memulai menggunakan sistem ERP, kita perlu lihat dengan cermat keadaan khususnya. Ini mencakup cara kerja bisnis kita, tugas-tugas yang harus dijalankan, dan apa sumber daya apa saja yang kita miliki. Alasan ini penting karena kita harus memutuskan apakah kita akan menerapkan pendekatan yang lebih fleksibel (Agile), yang lebih terstruktur (Waterfall), atau campuran dari keduanya.

Sebagai contoh, perusahaan besar dengan proses persetujuan yang lambat dan struktur perusahaan yang kaku mungkin lebih baik menggunakan cara tradisional. Tapi, dalam banyak situasi, gabungan antara metode Agile dan Waterfall memberikan keseimbangan yang baik antara efisiensi dan kecepatan saat menerapkan perubahan.

Untuk mempermudah pemahaman, sistem ERP seperti 1C:Enterprise menyediakan platform pengembangan kode rendah. Ini memungkinkan integrasi proses yang lebih fleksibel dan mudah karena semua penyesuaian dapat dilakukan dengan cepat tanpa perlu melakukan coding yang rumit.